.:: Sahabat ::.
satu cerita sebagai renungan..
In sebuah kisah anonymous tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Ditengah perjalanan mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir:
HARI IN SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang kena tampar dan terluka hatinya, mencuba berenang namun nyaris tenggelam dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai sedar dan rasa takut hilang, dia menulis disebuah batu:
HARI IN SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya itu bertanya,”Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang kamu menulis diatas batu?”
Temannya menjawab sambil tersenyum “Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang menghembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi(kebaikan), kita harus memahatnya di atas batu hati kita , agar tidak hilang tertiup angin.”
Cerita diatas bagaimana pun tentu sahaja mudah dibaca dibandingkan diterapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah persahabatan ‘HANYa’ kerana sakit hati di atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merosak dibandingkan dengan begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin in memang bahagian dari sifat buruk diri. Kerana itu, seseorang pernah memberitau saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat melihat apakah memang orang yang menyaikiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu. Bukan sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka perkara biasa kita telah melukakan hatinya dulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dirasakan. Boleh jadi jua sakit hati kita kerana kesalahan kita sendiri yang salah dalam mentafsir perbuatan atau perkataan teman kita. Boleh jadi kita tersinggung oleh perkataan yang sahabat kita maksudkan itu sebagai gurauan.
Namun demikian, saudara-saudaraku salah seorang guru selalu mendidik muridnya untuk MEMAAFKAN kesalahan saudaranya yang lain. Tapi in sungguh berat! Kerana itu beliau mendidik kami untuk ‘menyerahkan’ sakit itu pada Allah- yang jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit kita dengan membaca doa:”Ya Allah balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikan kami dengan balasan jauh dari apa yang mereka bayangkan. Ya Allah ampunilah saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami”. Bukankah Rsaw pernah bersabda,”tiga hal AKHLAK AHLI SYURGA, MEMAAFKAN orang yang menganiayamu, memberikan orang yang mengharamkan, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.”
In sebuah kisah anonymous tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Ditengah perjalanan mereka bertengkar, dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir:
HARI IN SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang kena tampar dan terluka hatinya, mencuba berenang namun nyaris tenggelam dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia mulai sedar dan rasa takut hilang, dia menulis disebuah batu:
HARI IN SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU.
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya itu bertanya,”Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang kamu menulis diatas batu?”
Temannya menjawab sambil tersenyum “Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang menghembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa terjadi(kebaikan), kita harus memahatnya di atas batu hati kita , agar tidak hilang tertiup angin.”
Cerita diatas bagaimana pun tentu sahaja mudah dibaca dibandingkan diterapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah persahabatan ‘HANYa’ kerana sakit hati di atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merosak dibandingkan dengan begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin in memang bahagian dari sifat buruk diri. Kerana itu, seseorang pernah memberitau saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat melihat apakah memang orang yang menyaikiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu. Bukan sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka perkara biasa kita telah melukakan hatinya dulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dirasakan. Boleh jadi jua sakit hati kita kerana kesalahan kita sendiri yang salah dalam mentafsir perbuatan atau perkataan teman kita. Boleh jadi kita tersinggung oleh perkataan yang sahabat kita maksudkan itu sebagai gurauan.
Namun demikian, saudara-saudaraku salah seorang guru selalu mendidik muridnya untuk MEMAAFKAN kesalahan saudaranya yang lain. Tapi in sungguh berat! Kerana itu beliau mendidik kami untuk ‘menyerahkan’ sakit itu pada Allah- yang jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit kita dengan membaca doa:”Ya Allah balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikan kami dengan balasan jauh dari apa yang mereka bayangkan. Ya Allah ampunilah saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami”. Bukankah Rsaw pernah bersabda,”tiga hal AKHLAK AHLI SYURGA, MEMAAFKAN orang yang menganiayamu, memberikan orang yang mengharamkan, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.”
0 comments:
Post a Comment